Selasa, 15 September 2015

Ilmu Kesehatan anak



HAND OUT
Mata Kuliah  : Ilmu Kesehatan Anak
Topik              : Keadaan Kesehatan Bayi dan Anak Balita di Indonesia
Sub Topik      :  
a.    Angka Kesakitan dan Kematian Bayi
b.   Angka Kesakitan dan Kematian Balita
c.    Penyebab Terjadinya Kesakitan dan Kematian Pada Bayi
d.   Penyebab Terjadinya Kesakitan dan Kematian Pada Balita
e.    Usaha yang dilakukan Untuk Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Pada Bayi Dan Balita
Waktu            :2x50 menit
Dosen              : Eka Afrika, S.ST, M.Kes


Text Box: OBJEKTIF PERILAKU SISWA
 

Setelah mempelajari sub topik ini mahasiwa mampu menjelaskan tentang keadaan kesehatan bayi dan balita di Indonesia, kesakitan dan kematian bayi, angka kesakitan dan kematian bayi, penyebab terjadinya kesakitan dan kematian bayi, dan usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi.
Text Box: DAFTAR PUSTAKA 

1.      Varney, (1997).Varneys Midwifery.
2. Depkes RI, (2003),
Asuhan Bayi dan Balita, Jakarta.
3. Depkes RI, (2003), standar asuhan kebidanan bagi bidan dirumah sakit dan puskesmas, Jakarta.
4. Pedoman implementasi asuhan kebidanan bagi akademi kebidanan, bandung, (2001)
5. PPKC, (2003). Manajemen asuhan kebidanan, Jakarta




Text Box: PENDAHULUAN
 


Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia (kompas 2006). Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat di kembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (kompas 2006). Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan angka harapan hidup waktu lahir. Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak (WHO, 2002) karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini. Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. Sedangkan angka kesakitan bayi menjadi indikator ke dua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita.


Text Box: URAIAN MATERI
 


A.           Keadaan Kesehatan Bayi dan Anak Balita di Indonesia

Saat ini keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia menjadi hal penting untuk diperhatikan dan dibahas. Pada beberapa masa sebelum dekade 1980an, masalah kesehatan ibu dan anak belum terlalu mendapatkan perhatian serius. Bahkan kasus kematian ibu dan balita pun masih menjadi sebuah fenomena kesehatan yang cukup memprihatinkan. Menginjak pada dekade 1990an, kesehatan ibu menjadi sorotan penting di dalam program kesehatan, khususnya terkait dengan masalah reproduksi, kehamilan dan persalinan. Di jaman modern setelah melewati abad keemasan, yaitu era 21 ini, kesehatan ibu masih terus dipantau, namun kesehatan bayi dan anak balita menduduki ranking pertama di dalam program-program kesehatan. Anak, bayi dan balita merupakan generasi penerus bangsa. Di situlah awal kokoh atau rapuhnya suatu Negara, dapat disaksikan dari kualitas para generasi penerusnya. Jika terlahir anak-anak dengan tingkat kesehatan yang rendah, tentulah kondisi bangsa menjadi lemah dan tidak mampu membangun negaranya secara optimal.
Saat ini distribusi dan frekuensi terjangkitnya penyakit  bayi dan anak balita seperti diare, disentri, cacar, campak dan penyakit-penyakit berbahaya lain mengalami penurunan yang cukup drastis dibandingkan beberapa masa sebelumnya. Keberhasilan program imunisasi yang digelar oleh pemerintah nampaknya memberikan hasil yang tidak mengecewakan. Meskipun di beberapa waktu terakhir ini sempat diberitakan mengenai adanya vaksin  DPT yang menimbulkan kematian pada bayi, namun saat ini kasusnya masih terus dipelajari. Akan tetapi secara keseluruhan, program imunisasi telah mampu menurunkan tingkat kesakitan pada bayi dan balita cukup signifikan.
Keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia juga menyangkut  masalah gizi buruk. Peningkatan kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat ditunjang dengan system informasi dan tingginya tingkat pendidikan masyarakat, meningkatkan kesadaran rakyat untuk memperhatikan kondisi kesehatan anak-anak. Orang tua berlomba memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Meskipun di beberapa lapisan masyarakat masih ada yang kurang sejahtera, namun tingkat kepedulian masyarakat lain pun juga relatif bagus sehingga keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia bias lebih terkontrol.
Jakarta - Survei Demografi Kntatao Inckinesia (SDKI) 121 mit Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan.rata-rata per tahun terdapat 401 bayi di Indonesia yang meninggal dunia sebelum umurnya mencapai 1 tahun.
Bila dirinci. 157.000 bayi meninggal dunia per tahun, atau 430 bayi per hari. Angka Kematian Balita (AKABA), yaitu 46 dari 1.000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirinci, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari. Parahnya, dalam rentang waktu 2002-2007, angka neonatus tidak pernah mengalami penurunan. Penyebab kemauan terbanyak pada periode ini disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan akut (Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007).
Kesehatan adalah satu masalah yang harus diperhatikan dengan serius. Dan memang selama ini pemerintah tidak pernah main - main dengan segala kebijakan yang berhubungan dengan kesehatan anak. Masih ingat beberapa kasus kesehatan anak yang akhirnyanya menjadi KLB atau Kasus Luar Biasa hingga akhirnya pemerintah mengeluarkan keputusan untuk wajib mendapatkan imunisasi tertentu di wilayah tersebut? Itu merupakan satu sebagian kecil dari banyak kasus masalah kesehatan anak Indonesia yang langsung ditangani oleh pemerintah.
Berikut ini adalah daftar beberapa masalah kesehatan anak Indonesia:
1. GIZI BURUK
Pemahaman orang tua akan pentingnya pemenuhan gizi bagi anak masih belum maksimal terutama pada orang tua di daerah. Minimnya pendidikan serta tingginya kepercayaan masyarakat terhadap mitos membuat masalah gizi buruk ini menjadi agak susah untuk ditangani. Dan tentu saja, faktor kemiskinan memegang peranan penting pada masalah kesehatan anak Indonesia ini.
2. ASI
Apapun alasannya, ASI tetap yang terbaik bagi bayi dan anak. Namun sayangnya, tidak banyak orang tua yang sadar dan mengetahui bahwa ASI bisa membantu anak untuk memiliki sistem kekebalan tubuh yang prima sehingga banyak orang tua yang cenderung memilih untuk memberikan susu formula bila dibanding dengan memberikan ASI bagi anak mereka. Tenaga kesehatan, baik itu bidan, dokter, dll memegang peranan penting untuk bisa mensosialisasikan tentang pentingnya ASI bagi kesehatan anak Indonesia.
3. IMUNISASI
Walaupun masih terjadi pro dan kontra di masyarakat tentang arti pentingnya imunisasi, namun yang perlu digaris bawahi adalah imunisasi merupakan salah satu upaya orang tua untuk mengantisipasi anak mereka supaya tidak terpapar beberapa jenis penyakit.
4. KEKURANGAN ZAT BESI
Bisa dibilang hampir sebagian besar anak Indonesia kekurangan zat besi karena sebenarnya sejak usia 4 bulan bayi harus diberi tambahan zat besi. Namun tidak semua orang tua menyadari dan mengetahui masalah ini. Kekurangan zat besi atau yang terkadang disebut dengan defisiensi zat besi akan berdampak bagi pertumbuhan anak di kemudian hari. Oleh karena itu, ini merupakan hal penting yang harus menjadi perhatian orang tua.
5. KEKURANGAN VIT. A
Mata adalah salah satu indera yang berperan penting bagi masa depan anak. Kekurangan vitamin A bisa menyebabkan berbagai masalah penyakit mata yang tentu saja bila tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu, sebaiknya sejak hamil ibu sudah harus mulai memperhatikan asupan vitamin A sesuai dengan kebutuhan.
6. KEKURANGAN YODIUM
Ini merupakan masalah klasik bagi kesehatan anak Indonesia. Banyak ditemukan anak Indonesia yang kekurangan yodium sehingga menderita penyakit pembengkakan kelenjar gondok. Seorang ibu yang pada saat hamil menderita penyakit pembengkakan kelenjar gondok secara otomatis akan melahirkan bayi yang kekurangan yodium.  

B.            Angka Kesakitan dan Kematian Bayi

1.    Angka Kesakitan Bayi
Angka kesakitan bayi (Morbiditas) adalah perbandingan antara jumlah penduduk karena penyakit tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun, dan dinyatakan dalam per 1000 penduduk. Kegunaan dari mengetahui angka kesakitan ini adalah sebagai indikator yang digunakan untuk menggambarkan pola penyakit tertentu yang terjadi di masyarakat. Angka kesakitan bayi adalah perbandingan antara jumlah penyakit tertentu yang ditemukan di suatu wilayah tertentu pada kurun waktu satu tahun dengan jumlah kasus penyakit bayi tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikali seratus persen.
2.     Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka kematian (Mortalitas) digunakan untuk menggambarkan pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Kegunaan dari mengetahui angka kematian ini adalah sebagai indikator yang digunakan sebagai ukuran derajat kesehatan untuk melihat status kesehatann penduduk dan keberhasilan pelayanan kesehatan dan upaya pengobatan yang dilakukan. Sementara itu, yang dimaksud dengan angka kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Jadi, angka kematian bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Secara garis besar, adapula yang membagi kematian bayi menjadi dua, berdasarkan penyebabnya yaitu :
1)        Kematian Neonatal atau disebut juga kematian bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan. Kematian bayi neonatal atau bayi baru lahir ini umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
2)        Kematian post-natal atau disebut dengan kematian bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia 1 tahun ysng disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan.
Angka kematian bayi (Infant Mortality Rate/IMR) di Indonesia masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan banyak Negara lain. Tercatat pada tahun 1994 IMR di Indonesia yang mencapai 57 kematian per 1.000 kelahiran hidup turun menjadi 46 kematian per 1.000 kelahiran hidup di tahun 1997, dan kemudian turun lagi menjadi 35 kematian per 1.000 kelahiran di tahun 2002. Data tahun 2007, dari 1.000 kelahiran hidup, 34 bayi meninggal sebelum usia 1 tahun.
Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat 401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya genap 1 tahun. Data bersumber dari survei terakhir pemerintah, yaitu dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI). Selaras dengan target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Depkes telah mematok target penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015. Berdasarkan SDKI telah terjadi penurunan AKB secara signifikan selama 4 tahun survei dari 66 per 100 kelahiran hidup pada tahun 1994 menjadi 39 per 100 kelahiran hidup pada tahun 2007. Provinsi Jawa Barat tercatat sebagai daerah paling tinggi angka kematian bayi dan balita setelah NTT (Nusa Tenggara Timur) dan Papua.
Di bawah merupakan tabel survey menurt SDKI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia)
Provinsi
1994
1997
2002-2003
2007
DKI Jakarta
30
26
35
28
Jawa Barat
89
61
44
39
Jawa Tengah
51
45
36
26
D.I Yogyakarta
30
23
20
19
Jawa Timur
62
36
43
35
Banten
Tidak ada
Tidak ada
36
46
Sumber: Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007
C.      Angka Kesakitan dan Kematian Balita
a.    Angka Kesakitan Balita
Angka kesakitan balita berkaitan dengan kesakitan oleh karena adanya penyakit akut, penyakit kronik, atau kecacatan pada masa balita. Angka kesakitan balita adalah perbandingan antara jumlah kasus penyakit balita tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen.
b.     Angka Kematian Balita
Angka kematian balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4 tahun. Jadi, Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama 1 tahun tertentu per 1000 anak pada umur yang sama pada pertengahan tahun tersebut (termasuk kematian bayi).
Jakarta - Survei Demografi Kntatao Inckinesia (SDKI) 121 mit Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan.rata-rata per tahun terdapat 401 bayi di Indonesia yang meninggal dunia sebelum umurnya mencapai 1 tahun.

Bila dirinci. 157.000 bayi meninggal dunia per tahun, atau 430 bayi per hari. Angka Kematian Balita (Akaba), yaitu 46 dari 1.000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirinci, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari. Parahnya, dalam rentang waktu 2002-2007, angka neona-tus tidak pernah mengalami penurunan. Penyebab kemauan terbanyak pada periode ini disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan akut (Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007).

            Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. 

            Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar

Tiga penyebab utama bayi meninggal adalah akibat berat badan rendah sebesar 29 persen, mengalami gangguan pemapasan sebesar 27 persen dan masalah nutrisi sebesar 10 persen," ungkap dr Badriul Hegar SpA(K), Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (TDAI), dalam acara talkshow "Di Balik Kematian Bayi dan Balita dalam Rangka Hari Kesehatan Nasional 2009" di Jakarta Convention Center Jumat (4/12). Hal itu dilakukan dengan memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, termasuk memberi rujukan, di mana setiap janin dalam kandungan harus tumbuh dengan baik dan bayi yang lahir harus sehat dan selamat.

C.    Penyebab Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita
Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. Tiap tahun 12,9 juta anak meninggal, 28% kematian di sebabkan karna pneumania, 23% karna penyakit diare, dan 16% karna penyakit tidak memeperoleh vaksinasi. Penyebab angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumonia dan diare. Pencegahan sederhana dan dapat di peroleh seperti vaksin, antibiotik, terapi rehidrasi oral, kontrasepsi, dapat mencegah 25-90% kematian karna penyebab spesifik. Secara keseluruhan 65% kematian anak bisa di cegah dengan biaya murah.
.Angka Kematian Anak dan Balita Untuk Periode 10 tahun Menurut Karakteristik  Ekonomi dan Sosial
Latar Belakang
A.Kematian Anak
A. Kematian Balita
Tempat Tinggal
Perkotaan
Perdesaan

11
13

42
65
Pendidikan Ibu
Tidak Sekolah
Tidak Tamat SD
Tamat SD
Tdk Tamat SMP
Tamat SMP+

25
16
11
11
5

90
80
54
47
28
Indeks Kekayaan
Terbawah
Menengah Bawah
 Menengah
 Menengah atas
 Teratas

17
15
12
9
5

77
64
56
45
22
Sumber Data: Dihitung secara langsung dari SDKI 2002-2003, untuk  periode 10 tahun sebelum survai.

Salah satu tujuan SDKI 2012 adalah mengatur tingkat dan kecenderungan kematian bayi dan anak. Angka kematian bayi dan anak yang disajikan dalam tebel adalah estimasi secara langsung berdasarkan keterangan yang didapat dari bagian riwayat kelahiran dari kuesioner wanita mengenai tanggal kelahiran anak, status kelangsungan hidup, dan umur saat meninggal untuk anak yang sudah meninggal. Angka-angka kematian bayi dan anak didefinisikan sebagai berikut.
a.    Kematian neonatorium: peluang meninggal dalam bulan pertama setelah lahir (0-28 hari)
b.    Kematian post neonatum: selisih antara kematian bayi dan kematiann neonatum (1-11)
c.    Kematian bayi : peluang bayi meninggal sebelum mencapai ulang tahun pertama (0-11 bulan)
d.   Kematian anak: peluang meninggal antara ulang tahun pertama dan ulang tahun ke lima (1-4 tahun)
e.    Kematian balita: peluang anak meninggal sebelum mencapai ulang tahun kelima (0-4 tahun)
tahun sebelum servei
perkiraan tahun kalender
kematian neonatorum
kematian post-neonatorum
kematian bayi
kematian anak
kematian balita
0-4
2008-2012
19
13
32
9
40
5-0
2003-2007
20
15
35
11
45
10-14
1998-2022
23
21
45
14
58
dihitung
Sumber: SDKI 2012.
Angka kematian bayi dan anak dalam tabel diitung tiga periode lima tahunan sebelum survei. Semua angka kematian bayi dan anak hasil SDKI 2012 lebih rendah dari hasil SDKI 2007. Untuk lima tahun pertama sebelum survei, anggka kematian bayi hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1000 kelahiran hidup dan kematian balita adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Sama dengan pola SDKI 2007, lebih dari tiga seperempat dari semua kematian balita terjadi dalam tahun pertama kehidupan anak dan mayoritas kematian bay terjadi pada periode neonatus.
Angka kesakitan bayi dan balita didapat dari hasil pengumpulan data dari sarana pelayanan kesehatan (Facility Based Data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan. Adapun beberapa indikator dapat diuraikan sebagai berikut:

1.       Acute Flaccid Paralysis (AFP) 

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit polio telah dilakukan melalui gerakan imunisasi polio. Upaya ini juga ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi secara aktif terhadap kasus-kasus AFP kelompok umur <15 tahun hingga dalam kurun waktu tertentu, untuk mencari kemungkinan adanya virus polio liar yang berkembang di masyarakat dengan pemeriksaan spesimen tinja dari kasus AFP yang dijumpai. Ada 4 strategi dalam upaya pemberantasan polio, yaitu: imunisasi (yang meliputi peningkatan imunisasi rutin polio, PIN, dan Mop – up), surveilans AFP, sertifikasi bebas polio, dan pengamanan virus polio di laboratorium
.

2.       TB Paru 
Merupakan penyakit infesi yang meular pada sistem parnafasan yang disebabkan oleh mikrobakteium tuberculosa yag dapat megenai bagian paru.proses peularan melalui udara atau langsung seperti saat batuk Upaya pencegahan dan pemberantasan TB Paru dilakukan dengan pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau pengobatan TB paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). (Depkes RI, 2007) Pada tahun 2007 terdapat kasus BTA (+) sebanyak 758 orang, diobati 758 orang, dan yang sembuh 693 orang (91,42%).

3.       Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 

ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Dari beberapa hasil SKRT diketahui bahwa 80% - 90% dari seluruh kasus kematian akibat ISPA, disebabkan oleh pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab kematian pada balita dengan peringkat pertama hasil Surkesnas 2001. ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi dan balita diduga karena pneumonia merupakan penyakit yang akut dan kualitas penatalaksanaan masih belum memadai.
4.       HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) 

Penderita penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan meskipun berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia, meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui penyuntikan, secara stimultan telah memperbesar tingkat resiko penyebaran HIV/AIDS. Pada Penkajian anak yang terinfeksi dengan HIV positif dan AIDS meliputi : indetitas terjadinya HIV positif atau AIDS pada anak rata – rata dimasa perinatal sekitar usia 9-17 bulan.keluhan utamanya adalah demam dan diere berkepanjangan, takipne,batuk,sesak nafas,dan hopoksia.kemudian diikuti adanya perubahan berat badan yang turun secara drastis.

5.       Demam Berdarah Dengue (DBD) 

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh wilayah propinsi. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian relatif tinggi. Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada awalnya pola epidemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan periode antara 2 – 5 tahunan, sedangkan angka kematian cenderung menurun. Pengkajian pada anak dengan DBD di temukan adanya peningkatan suhu yang mendadak di sertai menggigil,adanya perdarahan kulit seperti petekhie,ekimosis,hematom,epistaksis,hematemesis bahkan hematemesis melena.

6.       Diare 

Angka kesakitan diare hasil survey tahun 1996 yaitu 280 per 1000 penduduk dan episode pada balita 1,08 kali per tahun. Menurut hasil SKRT dalam beberapa survei dan Surkesnas 2001, penyakit diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita (Depkes RI, 2003). Pada kasus kematian yang tinggi biasanya jumlah kematian terbanyak terjadi pada usia balita ketika saat itu mereka rentan terhadap penyakit. Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian disebabkan Diare, Penumonia, Campak, Malaria, dan Malnutrisi. (Depkes RI, 2007). Pegkajian pada anak di tandai dengan frekuensi BAB pada bayi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali per hari, bentuk cair pada buang air besar nya kadang –kadang di sertai oleh lender dan darah, nafsu makan menurun warna nya lama-kelamaan hijau –kejauan karena tercampur empedu.

7.       Malaria 

Pada tahun 2007 perkembangan penyakit Malaria di Kabupaten Banyuwangi yang dipantau melalui Annual Pavasite Lincidence (API) dari hasil SPM penderita Malaria yang diobati sebesar 100% (3.153 penderita). Sedangkan penderita klinis sebanyak 3.141 dan terdapat 12 penderita positif Malaria. sampai saat ini penyakit Kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat.

8.       Kusta 

Dalam kurun waktu 10 tahun (1991 – 2001), angka prevalensi penyakit Kusta secara nasional telah turun dari 4,5 per 10.000 penduduk pada tahun 1991, lalu turun menjadi 0,85 per 10.000 penduduk pada tahun 2001, pada tahun 2002 prevalensi sedikit meningkat menjkadi 0,95 per 10.000, dan pada tahun 2003 kembali menurun menjadi 0,8 per 10.000 penduduk. (Depkes RI, 2003). Meskipun Indonesia sudah mencapai eliminasi Kusta pada pertengahan tahun 2000,

9.       Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) 

PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ ditekan dengan pelaksanaan program imunisasi. Pada Profil Kesehatan ini akan dibahas penyakit Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri, Pertusis, dan Hepatitis B.
a)     Tetanus Neonatorum 
Jumlah kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus dengan angka kematian (CFR) 56% (Depkes RI, 2003). Angka ini sedikit menurun dibanding tahun sebelumnya. Hal ini diduga karena meningkatnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan. Namun secara keseluruhan CFR masih tetap tinggi. Penanganan Tetanus Neonatorum memang tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha pencegahan, yaitu Pertolongan Persalinan yang higienis ditunjang dengan Imunisasi Tetanus Toxoid pada ibu hamil.
b)     Campak 
Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sepanjang tahun 2003 frekuensi KLB Campak menempati urutan keempat, setelah DBD, Diare, dan Chikungunya dengan CFR 0,34% (Depkes RI, 2003).
c)    Difteri, Pertusis, Hepatitis B 
Di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 tidak terdapat kasus Pertusis dan Hepatitis B. Tetapi pada tahun 2007 ini terdapat kenaikan jumlah kasus Difteri, yaitu sebesar 2 kasus, dari tahun sebelumnya yang tidak terdapat kasus Difteri

D.    Faktor-Faktor yang menyebabkan Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita
1.      Faktor kesehatan
Faktor kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat menentukan status kesehtan anak secara umum. Faktor inin ditentukan olehb status kesehatan anak itu sendiri, status gizi dan kondisi sanitasi.
2.      Faktor Sosial Ekonomi
Pengaruh sosial ekonomi sangat terasa bagi masyarakat Indonesia, karena tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi, sehingga pemberian gizi atau makanan yang layak kepada bayi dan balita masih dianggap kurang di Indonesia.
3.      Faktor kebudayaan
Pengaruh kebudayaan juga sangat menentukan status kesehatan anak, dimana terdapat keterkaitan secara langsung antara budaya dan pengetahuan.budaya di masyarakat dapat menimbulakan penurunan kesehatan anak, misalnya terdapat beberapa budaya di masyarakat yang dianggap baik oelh masyarakat padahal budaya tersebut justru menurunkan kesehtan anak. Sebagai contoh, anak badannta panas akan di bawa ke dukun dengan kenyakinan terjadi kesurupan, anak paska oprasi dilarang memakan daging ayam karena daging ayam menambah nyeri pada luka. Berbagai contoh budaya yang ada di masyarakat tersebut sangat besar mempengaruhi kesehatan anak, mengingat anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang tentunya membutuhkan perbaikan gizi atau nutrisi yang cukup.
4.      Faktor keluarga
Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan perbaikan status kesehatan anak pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sangat besar melalui pola hubungan anak dan keluarga serta nilai-nilai yang di tanamkan peningkatan status kesehatan anak juga berkaitan langsung dengan peran dan fungsi keluarga terhadap anaknya serta membesarkan anak,memberikan dan menyediakan makanan melindungi kesehatan mempersiapkan pendidikan anak,dll.
E.     10 Penyakit Terbesar yang Menyebabkan Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita di Indonesia
1.      ISPA dan Pneumonia
ISPA yang merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah suatu kelompok penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Secara anatomis, ISPA dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a.       ISPA Atas (Acute Upper Respiratory Infections)
ISPA Atas yang perlu diwaspadai adalah radang saluran tenggorokan atau pharingitis dan radang telinga tengah atau otitis. Pharingitis yang disebabkan kuman tertentu (streptococcus hemolyticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung (endokarditis). Sedangkan radang telinga tengah yang tidak diobati dapat berakibat terjadinya ketulian.
b.      ISPA Bawah (Acute Lower Respiratory Infections)
Salah satu ISPA Bawah yang berbahaya adalah Pneumonia. Pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai dengan batuk dan kesukaran benafas. Balita yang terserang pneumonia dan tidak segera diobati dengan tepat sangat mudah meninggal.
Di Indonesia, angka kejadian pneumonia pada balita adalah sekitar 10-20% per tahun. Angka kematian pneumonia pada balita di Indonesia adalah 6 per 1000 balita. Ini berarti dari setiap 1000 balita setiap tahun ada 6 orang diantaranya yang meninggal akibat pneumonia. Jika dihitung, jumlah balita yang meninggal akibat pneumonia di indonesia dapat mencapai 150.000 orang per tahun, 12.500 per bulan, 416 per hari, 17 orang per jam atau 1 orang balita tiap menit. Usia yang rawan adalah usia bayi (dibawah 1 tahun), karena sekitar 60-80% kematian pneumonia terjadi pada bayi.
Secara umum, ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak, keadaan gizi dan cara pemberian makan, serta kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Pencegahan ISPA dan Pneumonia yaitu dengan cara pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif, sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi DPT, 6% kematian pneumonia dapat dicegah. Secara umum dapat dikatakan bahwa pencegahan ISPA adalah dengan hidup sehat, cukup gizi, menghindari polusi udara dan pemberian imunisasi lengkap.
2.      Diare
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, kadang-kadang disertai oleh darah atau lendir. Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang, termasuk indonesia. Di Indonesia, penyakit diare adalah salah satu penyebab kematian utama setelah infeksi saluran pernafasan. Angka kematian akibat diare di Indonesia masih sekitar 7,4%. Sedangkan angka kematian akibat diare persisten lebih tinggi yaitu 45% (solaiman, EJ, 2001). Sementara itu, pada survey morbiditas yang dilakukan oleh depkes tahun 2001, menemukan angka kejadian diare di indonesia adalah berkisar 200-374 per 1000 penduduk. Sedangkan menurut SKRT 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan angka kematian akibat diare pada balita adalah 75 per 100.000 balita.
Insiden penyakit diare yang berkisar antara 200-374 dalam 1000 penduduk, dimana 60-70% diantaranya anak-anak usia dibawah 5 tahun. Penyakit diare ini adalah penyakit yang multi faktoral, dimana dapat muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu, keberhasilan menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan oralit dan cairan rumah tanggapada anak yang menderita diare.
Saat ini sedang digalakkan dan dikembangkan pada masyarakat luas untuk menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit) dan ternyata dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan karena diare.
3.      Berat Badan Rendah (BBLR) sebesar 29%
Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan atas 2 kategori yaitu BBLR karena premature dan BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang banyak BBLR karena IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemi, malaria dan menderita penyakit menular  seksual(PMS) sebelum konsepsi atau saat kehamilan.
4.      Afiksia (Kesulitan Bernafas saat Lahir) sebesar 27%
Afiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara sepontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Pernafasan spotan BBL terganntung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan dan pertukaran gas tau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
5.      Masalah nutrisi dan infeksi sebesar 10%
Infeksi neonatus sering dijumpai sebagai gangguan neonatus dimana di Indonesia merupakan masalah yang gawat. Infeksi neonatus adalah penyakit pada bayi baru lahir dengan umur kurang dari 1 bulan, bayi-bayi yang terkena infeksi menunjukan dengan kriteria-kriteria diagnosis. Infeksi neonatus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi-bayi baru lahir. Infeksi pada neonatus merupakan salah satu penyebab tertinggi terhadap terjadinya morbiditas  dan mortalitas selama periode ini. Lebh kurang 2% janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan.
6.      DHF
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan Arbovirus  melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. Gejala klinis DHF (dengue hemoragic fever) dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu derajat I ditandai adanya panas 2-7 hari dengan gejala umumnya tidak khas, tetapi uji tourniquet positif; derajat II sama seperti derajat I, tetapi sudah ada tanda-tanda perdarahan spontan, seperti petekie, ekimosa, epitaksis, hematemesis, melena, perdarahan gusi, telinga, dan lain-lain; derajat III ditandai adanya kegagalan dalam peredaran darah, seperti adanya nadi lemah dan cepat serta tekanan darah menurun; dan derajat IV ditandai adanya nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, akral dingin, berkeringat, dan adanya sianosis. Kadang-kadang dijumpai gejala seperti pembesaran hati, adanya nyeri, asites, dan tanda-taanda ensefalopati, seperti kejang, gelisah, sopor, dan koma.
7.      Bronkitis
Bronkitis adalah infeksi pada bronkus yang berasal dari hidung dan tenggorokan. Bronkus merupakan suatu pipa sempit yang berawal pada trakea, yang menghubungkan saluran pernafasan atas, hidung, tenggorokan, dan sinus ke paru. Gejala bronkitis umumnya diawali dengan batuk pilek, akan tetapi jika infeksi ini telah menyebar ke bronkus, maka batuknya akan bertambah parah dan bertambah sifatnya.
8.      Kejang demam
Merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia 6 bulan – 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. Pada kejang demam, wajah anak akan menjadi biru, matanya berputar-putar, dan anggota badannya akan brgetar dengan hebat.
Kejang demam sering terjadi pada anak di bawah usia satu tahun samai awal kelompok usia dua sampai lima tahun, karena pada usia ini otak anak sangat rentan terhadap peningkatan mendadak suhu badan. Sekita sepuluh persen anak mengalami sekurang-kurangnya 1 kali kejang. P[ada usia lima tahun, sebagian besar anak telah dapat mengatasi kerentanannya terhadap kejang demam
9.      Hiperbilirubinemia
Merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi yang mengalami bilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut: adanya ikterus tejadi pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan dan lain-lain.
10.  Tetanus neonatorum
Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan oleh adanya infeksi melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani yang bersifat anaerob, dimana kuman tersebut berkembang pada keadaan tanpa oksigen. Tetanus pada bayi dapat disebabkan karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril. Masa inkubasi penyakit ini antara 5-14 hari.

F.     Upaya Pemerintah Dalam Menurunkan Angka Kematian dan Kesakitan Bayi dan Balita
Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan kesehatan anak, khususnya untuk menurunkan angka kematian anak, diantaranya sebagai berikut:
1.      Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerintah pelayanan kesehatan.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerintahan pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat telah di lakukan berbagai upaya, salah satunya adalah dengan meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor pelayanan dasar. Pelayanan dasar dapat dilakukan di perpustakaaan  induk, perpustakaan pembantu,posyandu,serta unit-unit yang berkaitan di masyarakat. Bentuk pelayanan tersebut dilakukan ndalam rangka jangkauan pemerataan pelayanan kesehatan. Upaya pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyabaran bidan desa, perawat komuniksi,fasilitas balai kesehatan,pos kesehatan, desa, dan puskesmas keliling.
2.      Meningkatkan status gizi masyarakat
Peningkatkan status gizi masyarakat merupakan merupakan bagian dari upaya untik mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan. Dengan pemerintah gizi yang baik diharapkan pertumbuhan dan perkembangan anak akan baik pula, disamping dapat memperbaiki status kesehatan anak. Upaya tersebut dapat dilakukan malalui berbagai kegiatan,di antaranya upaya perbaikan gizi keluarga atau dikenal dengan nama UPKG. Kegiatan UPKG tersebut didorong dan diarahkan pada peningkatan status gizi, khususnya pada masyarakat yang rawan atau memiliki resiko tinggi terhadap kematian atau kesakitan. Kelompok resiko tinggi terdiri anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia yang golongan ekonominya rendah. Melalui upaya tersebut. Peningkatan kesehatan akan tercakup pada semua lapisan masyarakat khususnya pada kelompok resiko tinggi.
3.      Meningkatkan peran serta masyarakat
Peningktan Peran serta masyarakat dalam membantu ststus kesehatan  ini penting, sebab upaya pemerintah dalam rangka menurunkan kematian bayi dan anak tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta masyarakat dengan keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Upaya masyarakat tersebut sangat menentukan keberhasilan proram pemerintah sehingga mampu  mangatasi berbagai masalah kesehatan. Melalui peran serta masyarakat diharapkan mampu pula nbersifat efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Upaya atau program kesehtan antara lain pelayanan imunisasi, penyedian air bersih, sanitasi lingkungan, perbaikan gizi dan lain-lain. Upaya tersebut akan memudahkan pelaksanaan program kesehatan yang tepat pada sasaran yang ada.
4.      Meningkatkan manajemen kesehatan 
Upaya meningkatan program pelayanan keshatan anak dapat berjalan dan berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolaan pelayanan kesahatan. Dalam hal ini adalah meningkatan manajemen pelayanan malalui pendayagunaan tenaga kesehatan profesonal yang mampu secara langsung mengatasi masalah kesehatan anak. Tenaga kesehatan yang dimaksud antara lain tenaga perawat, bidan,dokter yang berada diperpustakaan yuang secara langsung berperan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Kejadian kematian ibu dan bayi yang terbanyak terjadi pada saat persalinan, pasca persalinan, dan hari-hari pertama kehidupan bayi masih menjadi tragedi yang terus terjadi di negeri ini. Untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir diperlukan upaya dan inovasi baru, tidak bisa dengan cara-cara biasa
            Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui jalan yang terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yakni menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus dicapai. Waktu yang tersisa hanya tinggal tiga tahun ini, tidak akan cukup untuk mencapai sasaran itu tanpa upaya-upaya yang luar biasa.
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab langsung kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu. Ada tiga risiko keterlambatan, yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk (termasuk terlambat mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan terlambat memperoleh pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan. Sedangkan pada bayi, dua pertiga kematian terjadi pada masa neonatal (28 hari pertama kehidupan). Penyebabnya terbanyak adalah bayi berat lahir rendah dan prematuritas, asfiksia (kegagalan bernapas spontan) dan infeksi.

Berbagai upaya memang telah dilakukan untuk menurunkan kematian ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita. Antara lain melalui penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta penyediaan fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit.
Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal (Jaminan Persalinan) yang digulirkan sejak 2011. Program Jampersal ini diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir yang belum memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan. Keberhasilan Jampersal tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan namun juga kemudahan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari masyarakat, sehingga dukungan dari lintas sektor dalam hal kemudahan transportasi serta pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting.
Melalui program ini, pada tahun 2012 Pemerintah menjamin pembiayaan persalinan sekitar 2,5 juta ibu hamil agar mereka mendapatkan layanan persalinan oleh tenaga kesehatan dan bayi yang dilahirkan sampai dengan masa neonatal di fasilitas kesehatan. Program yang punya slogan Ibu Selamat, Bayi Lahir Sehat ini diharapkan memberikan kontribusi besar dalam upaya percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.

Lalu bagaimana dengan kecenderungan angka kematian ibu sejauh ini, terutama setelah berbagai upaya dilakukan? Kalau mengacu pada hasil Survey Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilakukan selama kurun waktu 1994-2007, AKI memang terus menunjukkan tren menurun. Hasil SDKI 2007 menunjukkan AKI sebesar 228 per 100.000. Namun, melihat tren penurunan AKI yang berlangsung lambat, dikhawatirkan sasaran MDG 5a tidak akan tecapai. Demikian juga dengan sasaran MDG 4, perlu upaya lebih keras agar penurunan AKI dan AKB melebihi tren yang ada sekarang. Tidak bisa lagi upaya itu dilakukan secara business as usual. Upaya-upaya inovasi yang memiliki daya ungkit yang tinggi harus segera dikedepankan.

·         Komitmen Pemerintah Pusat dan Daerah

Dapat dikatakan bahwa semua Pemerintah Daerah Provinsi memiliki komitmen untuk mendukung pencapaian Millineum Developmen Goals termasuk percepatan penurunan kematian ibu dan kematian bayi baru lahir dengan menyusun Rencana Aksi Daerah disamping terobosan lainnya. Berikut beberapa contoh komitmen yang ada; Provinsi Nusa Tenggara Barat telah mencanangkan Program AKINO (Angka Kematian Ibu dan Bayi Nol) dengan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KIA hingga ke tingkat desa. Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Program Revolusi KIA dengan tekad mendorong semua persalinan berlangsung di fasilitas kesehatan yang memadai (puskesmas). Pemda DI Yogyakarta berkomitment meningkatkan kualitas pelayanan dan penguatan sistem rujukan, serta penggerakan semua lintas sektor dalam percepatan pencapaian target MDGs oleh Pemda Provinsi Sumatera Barat.

Pemerintah daerah, baik itu di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota juga diharapkan memiliki komitmen untuk terus memperkuat sistem kesehatan. Pemerintah provinsi diharapkan menganggarkan dana yang cukup besar untuk mendukung peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. Pelayanan kesehatan dasar yang diberikan melalui Puskesmas hendaknya hendaknya diimbangi dengan ketersediaan RS Rujukan Regional dan RS Rujukan Provinsi yang terjangkau dan berkualitas. Dukungan pemerintah provinsi diharapkan juga diimbangi dengan dukungan pemerintah kabupaten/kota dalam implementasi upaya penurunan kematian ibu dan bayi. Antara lain melalui penguatan SDM, ketersediaan obat-obatan dan alat kesehatan, anggaran, dan penerapan tata kelola yang baik (good governance) di tingkat kabupaten/kota.

Keberhasilan percepatan penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan namun juga kemudahan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari masyarakat. Perbaikan infrastruktur yang akan menunjang akses kepada pelayanan kesehatan seperti transportasi, ketersediaan listrik, ketersediaan air bersih dan sanitasi, serta pendidikan dan pemberdayaan masyarakat utamanya terkait kesehatan ibu dan anak yang menjadi tanggung jawab sektor lain memiliki peran sangat besar. Demikian pula keterlibatan masyarakat madani, lembaga swadaya masyarakat dalam pemberdayaan dan menggerakkan masyarakat sebagai pengguna serta organisasi profesi sebagai pemberi pelayanan kesehatan.

·         Dukungan masyarakat madani

Di lain pihak dukungan organisasi profesi tidak kalah pentingnya melalui deklarasi yang mereka canangkan pada tahun 2009, organisasi profesi ini adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dan Perkumpulan Perinatologi Indonesia (PERINASIA). Organisasi profesi berkomitmen meningkatkan profesionalisme anggotanya untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi ibu dan anak. Pada tahun yang sama sekumpulan LSM dan organisasi masyarakat madani bergabung dalam Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak juga mendukung pencapaian MDGs 2015 melalui advokasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah juga menjalin kerja sama dengan berbagai Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Negeri pada November 2011 menandatangani deklarasi Semarang agar dengan pendekatan Tri Darma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat, perguruan tinggi dapat memberikan sumbangsihnya dalam pengembangan, implementasi dan monitoring serta evaluasi dari setiap kebijakan kesehatan, khususnya dalam pencapaian MDGs di tingkat nasional dan di tingkat daerah.

·         Dukungan development partners

Upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui jalan yang terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 waktu yang tersisa hanya tinggal tiga tahun ini, sehingga diperlukan upaya-upaya yang luar biasa. Pemerintah pusat dan daerah serta developmen partner berupaya mengembangkan upaya inovatif yang memiliki daya ungkit tinggi dalam upaya percepatan penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir. Fokus pada penyebab utama kematian, pada daerah prioritas baik daerah yang memiliki kasus kematian tinggi pada ibu dan bayi baru lahir serta pada daerah yang sulit akses pelayanan tidak berarti melupakan lainnya.
Upaya inovatif tersebut antara lain; penggunaan technologi terkini pada transfer of knowledge maupun pendampingan dalam memberi pelayanan serta pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan ‘SMS’, metode pendampingan pada capasity building 1baik dalam hal management program maupun peningkatan kualitas pelayanan, serta memberi kewenangan lebih pada tenaga kesehatan yang sudah terlatih pada daerah dengan kriteria khusus dimana ketidaktersediaan tenaga kesehatan yang berkompeten.
Pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan masyarakat internasional dengan prinsip kerja sama kemitraan, untuk mendukung upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Kerja sama dengan berbagai development partners dalam bidang kesehatan ibu dan anak telah berlangsung lama, beberapa kemitraan tersebut adalah :

1)       AIP MNH (Australia Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal Health), bekerja sama dengan Pemerintah Australia di 14 Kabupaten di Provinsi NTT sejak 2008, bertujuan menurunkan angka kematian ibu dan bayi melaluiRevolusi Kesehatan Ibu dan Anak. Program ini bergerak dalam bidang pemberdayaan perempuan dan masyarakat, penigkatan kualitas pelayanan KIA di tingkat puskesmas dan RS serta peningkatan tata kelola di tingkat kabupaten. Pengalaman menarik dari program ini adalah pengalaman kemitraan antara RS besar dan maju dengan RS kabupaten di NTT yaitu kegiatan sister hospital.
2) GAVI (Global Alliance for Vaccine & Immunization) bekerja beberapa kabupaten di 5 provinsi (Banten, Jabar, Sulsel, Papua Barat dan Papua), bertujuan meningkatkan cakupan imunisasi dan KIA melalui berbagai kegiatan peningkatan partisipasi kader dan masyarakat, memperkuat manajemen puskesmas dan kabupaten/kota.
3) MCHIP (Maternal & Child Integrated Program) bekerjasama dengan USAID di 3 kabupaten (Bireuen, Aceh, Serang-Banten dan Kab.Kutai Timur- Kalimantan Timur)
4) Pengembangan buku KIA oleh JICA walaupun kerjasama project telah berakhir namun buku KIA telah diterapan di seluruh Indonesia.
5) UNICEF melalui beberapa kabupaten di wilayah kerjanya seperti ACEH, Jawa Tengah, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (kerjasama dengan Child Fund) serta Papua meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat terkait kesehatan ibu dan anak dan peningkatan kualitas pelayanan anak melalui manajemen terpadu balita sakit (MTBS).
6) Tidak terkecuali WHO memfasilitasi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak baik dalam dukungan penyusunan standar pelayanan maupun capasity building.

Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan RI meluncurkan program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival, bekerja sama dengan USAID dengan kurun waktu 2012 – 2016, yang diluncurkan 26 Januari 2012 sebagai salah satu bentuk kerjasama Pemerintah Indonesia dengan USAID dalam rangka percepatan penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir di 6 provinsi terpilih yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan JawaTimur yang menyumbangkan kurang lebih 50 persen dari kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dalam program ini Kementerian Kesehatan RI bekerjasama dengan JHPIEGO, serta mitra-mitra lainnya seperti Save the Children, Research Triangle Internasional, Muhammadiyah dan Rumah Sakit Budi Kemuliaan.

Upaya yang akan dilaksanakan adalah dengan peningkatan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan neonatal dengan cara memastikan intervensi medis prioritas yang mempunyai dampak besar pada penurunan kematian dan tata kelola klinis (clinical governance) diterapkan di RS dan Puskesmas. Upaya lain dalam program EMAS ini dengan memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas sampai ke RS rujukan di tingkat kabupaten/kota. Masyarakat pun dilibatkan dalam menjamin akuntabilitas dan kualitas fasilitas kesehatan ini. Untuk itu, program ini juga akan mengembangkan mekanisme umpan balik dari masyarakat ke pemerintah daerah menggunakan teknologi informasi seperti media sosial dan SMS gateway, dan memperkuat forum masyarakat agar dapat menuntut pelayanan yang lebih efektif dan efisien melalui maklumat pelayanan (service charter) dan Citizen Report Card.

Tekad dan tujuan Kementerian Kesehatan untuk mencapai Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan dapat diraih dengan dukungan berbagai pihak, demi kesejahteraan masyarakat umumnya dan kesehatan ibu dan anak khususnya. Tak ada harapan yang tak dapat diraih dengan karya nyata melalui kerja keras dan kerja cerdas.

Text Box: KESIMPULAN 


Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat di kembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (kompas 2006). Angka kematian bayi di Indonesia masih sangat tinggi jika di bandingkan dengan negara lain di ASEAN.
Penyakit terbesar yang mengakibatkan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita di Indonesia cukup tinggi adalah penyakit diare, ISPA dan pneumonia, bayi dengan berat badan lahir rendah, afiksia, dan infeksi. Salah satu faktor penyebab itu terjadi adalah status sosial ekonomi, budaya, kurangnya perhatian dari masyarakat ataupun dari pemerintah, faktor kesehatan. Akan tetapi pemerintah juga mempunyai upaya-upaya dalam mengatasi masalah ini yaitu dengan cara meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerintah pelayanan kesehatan, meningkatkan status gizi masyarakat, meningkatkan peran serta masyarakat, Meningkatkan manajemen kesehatan.



http://www.wartariau.com/foto_berita/597giziburuk.jpgImage result for keadaan kesehatan bayi dan balita di indonesia tahun 2013                      
Image result for keadaan kesehatan bayi dan balita di indonesia tahun 2013Image result for keadaan kesehatan bayi dan balita di indonesia tahun 2013
Image result for keadaan kesehatan bayi dan balita di indonesia tahun 2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar