
Mata Kuliah :
Ilmu Kesehatan Anak
Topik :
Keadaan Kesehatan Bayi dan Anak Balita di Indonesia
Sub Topik :
a. Angka Kesakitan dan Kematian Bayi
b. Angka Kesakitan dan Kematian Balita
c. Penyebab Terjadinya Kesakitan dan Kematian Pada Bayi
d. Penyebab Terjadinya Kesakitan dan Kematian Pada Balita
e. Usaha yang dilakukan Untuk Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian
Pada Bayi Dan Balita
Waktu :2x50
menit
Dosen :
Eka Afrika, S.ST, M.Kes
Setelah
mempelajari sub topik ini mahasiwa mampu menjelaskan tentang keadaan kesehatan
bayi dan balita di Indonesia, kesakitan dan kematian bayi, angka kesakitan dan
kematian bayi, penyebab terjadinya kesakitan dan kematian bayi, dan usaha untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi.
1. Varney, (1997).Varneys
Midwifery.
2. Depkes RI, (2003), Asuhan Bayi dan Balita, Jakarta.
3. Depkes RI, (2003), standar asuhan kebidanan bagi bidan dirumah sakit dan puskesmas, Jakarta.
4. Pedoman implementasi asuhan kebidanan bagi akademi kebidanan, bandung, (2001)
5. PPKC, (2003). Manajemen asuhan kebidanan, Jakarta
2. Depkes RI, (2003), Asuhan Bayi dan Balita, Jakarta.
3. Depkes RI, (2003), standar asuhan kebidanan bagi bidan dirumah sakit dan puskesmas, Jakarta.
4. Pedoman implementasi asuhan kebidanan bagi akademi kebidanan, bandung, (2001)
5. PPKC, (2003). Manajemen asuhan kebidanan, Jakarta
Masalah kesehatan anak merupakan
salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara
Indonesia (kompas 2006). Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan
bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang
dapat di kembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan
tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan
pembangunan bangsa (kompas 2006). Dalam menentukan derajat kesehatan di
Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain angka
kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan angka harapan hidup waktu
lahir. Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat
kesehatan anak (WHO, 2002) karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak
saat ini. Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah tertinggi di
negara ASEAN. Sedangkan angka kesakitan bayi menjadi indikator ke dua dalam
menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan
dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita.
A.
Keadaan Kesehatan Bayi dan Anak Balita di
Indonesia
Saat ini keadaan kesehatan bayi dan
anak balita di Indonesia menjadi hal penting untuk diperhatikan dan dibahas.
Pada beberapa masa sebelum dekade 1980an, masalah kesehatan ibu dan anak belum
terlalu mendapatkan perhatian serius. Bahkan kasus kematian ibu dan balita pun
masih menjadi sebuah fenomena kesehatan yang cukup memprihatinkan. Menginjak
pada dekade 1990an, kesehatan ibu menjadi sorotan penting di dalam program
kesehatan, khususnya terkait dengan masalah reproduksi, kehamilan dan
persalinan. Di jaman modern setelah melewati abad keemasan, yaitu era 21 ini,
kesehatan ibu masih terus dipantau, namun kesehatan bayi dan anak balita menduduki ranking pertama di dalam
program-program kesehatan. Anak, bayi dan balita merupakan generasi penerus
bangsa. Di situlah awal kokoh atau rapuhnya suatu Negara, dapat disaksikan dari
kualitas para generasi penerusnya. Jika terlahir anak-anak dengan tingkat
kesehatan yang rendah, tentulah kondisi bangsa menjadi lemah dan tidak mampu
membangun negaranya secara optimal.
Saat ini
distribusi dan frekuensi terjangkitnya penyakit bayi dan anak balita
seperti diare, disentri, cacar, campak dan penyakit-penyakit berbahaya lain
mengalami penurunan yang cukup drastis dibandingkan beberapa masa sebelumnya.
Keberhasilan program imunisasi yang digelar oleh pemerintah nampaknya
memberikan hasil yang tidak mengecewakan. Meskipun di beberapa waktu terakhir
ini sempat diberitakan mengenai adanya vaksin DPT yang menimbulkan
kematian pada bayi, namun saat ini kasusnya masih terus dipelajari. Akan tetapi
secara keseluruhan, program imunisasi telah mampu menurunkan tingkat kesakitan
pada bayi dan balita cukup signifikan.
Keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia juga menyangkut
masalah gizi buruk. Peningkatan kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
ditunjang dengan system informasi dan tingginya tingkat pendidikan masyarakat,
meningkatkan kesadaran rakyat untuk memperhatikan kondisi kesehatan anak-anak.
Orang tua berlomba memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Meskipun di
beberapa lapisan masyarakat masih ada yang kurang sejahtera, namun tingkat
kepedulian masyarakat lain pun juga relatif bagus sehingga keadaan kesehatan
bayi dan anak balita di Indonesia bias lebih terkontrol.
Jakarta - Survei Demografi Kntatao Inckinesia (SDKI) 121 mit Departemen
Kesehatan (Depkes) mengungkapkan.rata-rata per tahun terdapat 401 bayi di
Indonesia yang meninggal dunia sebelum umurnya mencapai 1 tahun.
Bila
dirinci. 157.000 bayi meninggal dunia per tahun, atau 430 bayi per hari. Angka
Kematian Balita (AKABA), yaitu 46 dari 1.000 balita meninggal setiap tahunnya.
Bila dirinci, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569
balita per hari. Parahnya, dalam rentang waktu 2002-2007, angka neonatus tidak
pernah mengalami penurunan. Penyebab kemauan terbanyak pada periode ini
disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran
pemapasan akut (Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007).
Kesehatan adalah
satu masalah yang harus diperhatikan dengan serius. Dan memang selama ini
pemerintah tidak pernah main - main dengan segala kebijakan yang berhubungan
dengan kesehatan anak. Masih ingat beberapa kasus kesehatan anak yang
akhirnyanya menjadi KLB atau Kasus Luar Biasa hingga akhirnya pemerintah
mengeluarkan keputusan untuk wajib mendapatkan imunisasi tertentu di wilayah
tersebut? Itu merupakan satu sebagian kecil dari banyak kasus masalah kesehatan
anak Indonesia yang langsung ditangani oleh pemerintah.
Berikut ini adalah daftar beberapa masalah kesehatan
anak Indonesia:
1. GIZI BURUK
Pemahaman orang tua akan pentingnya pemenuhan gizi
bagi anak masih belum maksimal terutama pada orang tua di daerah. Minimnya
pendidikan serta tingginya kepercayaan masyarakat terhadap mitos membuat
masalah gizi buruk ini menjadi agak susah untuk ditangani. Dan tentu saja,
faktor kemiskinan memegang peranan penting pada masalah kesehatan anak
Indonesia ini.
2. ASI
Apapun alasannya, ASI tetap yang terbaik bagi bayi dan
anak. Namun sayangnya, tidak banyak orang tua yang sadar dan mengetahui bahwa
ASI bisa membantu anak untuk memiliki sistem kekebalan tubuh yang prima
sehingga banyak orang tua yang cenderung memilih untuk memberikan susu formula
bila dibanding dengan memberikan ASI bagi anak mereka. Tenaga kesehatan, baik
itu bidan, dokter, dll memegang peranan penting untuk bisa mensosialisasikan
tentang pentingnya ASI bagi kesehatan anak Indonesia.
3. IMUNISASI
Walaupun masih terjadi pro dan kontra di masyarakat
tentang arti pentingnya imunisasi, namun yang perlu digaris bawahi adalah
imunisasi merupakan salah satu upaya orang tua untuk mengantisipasi anak mereka
supaya tidak terpapar beberapa jenis penyakit.
4. KEKURANGAN ZAT BESI
Bisa dibilang hampir sebagian besar anak Indonesia
kekurangan zat besi karena sebenarnya sejak usia 4 bulan bayi harus diberi
tambahan zat besi. Namun tidak semua orang tua menyadari dan mengetahui masalah
ini. Kekurangan zat besi atau yang terkadang disebut dengan defisiensi zat besi
akan berdampak bagi pertumbuhan anak di kemudian hari. Oleh karena itu, ini
merupakan hal penting yang harus menjadi perhatian orang tua.
5. KEKURANGAN VIT. A
Mata adalah salah satu indera yang berperan penting
bagi masa depan anak. Kekurangan vitamin A bisa menyebabkan berbagai masalah
penyakit mata yang tentu saja bila tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan
kebutaan. Oleh karena itu, sebaiknya sejak hamil ibu sudah harus mulai
memperhatikan asupan vitamin A sesuai dengan kebutuhan.
6. KEKURANGAN YODIUM
Ini merupakan masalah klasik bagi kesehatan anak
Indonesia. Banyak ditemukan anak Indonesia yang kekurangan yodium sehingga
menderita penyakit pembengkakan kelenjar gondok. Seorang ibu yang pada saat
hamil menderita penyakit pembengkakan kelenjar gondok secara otomatis akan melahirkan bayi yang kekurangan yodium.
B.
Angka Kesakitan dan Kematian Bayi
1.
Angka Kesakitan Bayi
Angka kesakitan bayi (Morbiditas) adalah
perbandingan antara jumlah penduduk karena penyakit tertentu dengan jumlah
penduduk pada pertengahan tahun, dan dinyatakan dalam per 1000 penduduk.
Kegunaan dari mengetahui angka kesakitan ini adalah sebagai indikator yang
digunakan untuk menggambarkan pola penyakit tertentu yang terjadi di masyarakat.
Angka kesakitan bayi adalah perbandingan antara jumlah penyakit tertentu yang
ditemukan di suatu wilayah tertentu pada kurun waktu satu tahun dengan jumlah
kasus penyakit bayi tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu
yang sama dikali seratus persen.
2.
Angka
Kematian Bayi (AKB)
Angka kematian (Mortalitas) digunakan untuk
menggambarkan pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Kegunaan dari
mengetahui angka kematian ini adalah sebagai indikator yang digunakan sebagai
ukuran derajat kesehatan untuk melihat status kesehatann penduduk dan
keberhasilan pelayanan kesehatan dan upaya pengobatan yang dilakukan. Sementara
itu, yang dimaksud dengan angka kematian bayi adalah kematian yang terjadi
antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun.
Jadi, angka kematian bayi (AKB)
adalah banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran
hidup pada satu tahun tertentu. Secara garis besar, adapula yang membagi
kematian bayi menjadi dua, berdasarkan penyebabnya yaitu :
1)
Kematian Neonatal atau disebut juga kematian bayi
endogen adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah
dilahirkan. Kematian bayi neonatal atau bayi baru lahir ini umumnya disebabkan
oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang
tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
2)
Kematian post-natal atau disebut dengan kematian bayi
endogen adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai
menjelang usia 1 tahun ysng disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan
pengaruh lingkungan.
Angka kematian bayi (Infant Mortality Rate/IMR)
di Indonesia masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan banyak Negara lain.
Tercatat pada tahun 1994 IMR di Indonesia yang mencapai 57 kematian per 1.000
kelahiran hidup turun menjadi 46 kematian per 1.000 kelahiran hidup di tahun
1997, dan kemudian turun lagi menjadi 35 kematian per 1.000 kelahiran di tahun
2002. Data tahun 2007, dari 1.000 kelahiran hidup, 34 bayi meninggal sebelum
usia 1 tahun.
Departemen
Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat 401 bayi baru
lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya genap 1 tahun. Data
bersumber dari survei terakhir pemerintah, yaitu dari Survei Demografi
Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI). Selaras dengan target pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs), Depkes telah mematok target penurunan AKB di
Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per
1.000 kelahiran hidup pada 2015. Berdasarkan SDKI telah terjadi penurunan AKB
secara signifikan selama 4 tahun survei dari 66 per 100 kelahiran hidup pada
tahun 1994 menjadi 39 per 100 kelahiran hidup pada tahun 2007. Provinsi Jawa
Barat tercatat sebagai daerah paling tinggi angka kematian bayi dan balita setelah
NTT (Nusa Tenggara Timur) dan Papua.
Di bawah
merupakan tabel survey menurt SDKI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia)
Provinsi
|
1994
|
1997
|
2002-2003
|
2007
|
DKI Jakarta
|
30
|
26
|
35
|
28
|
Jawa Barat
|
89
|
61
|
44
|
39
|
Jawa Tengah
|
51
|
45
|
36
|
26
|
D.I Yogyakarta
|
30
|
23
|
20
|
19
|
Jawa Timur
|
62
|
36
|
43
|
35
|
Banten
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
36
|
46
|
Sumber: Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007
C. Angka
Kesakitan dan Kematian Balita
a.
Angka Kesakitan Balita
Angka kesakitan balita berkaitan dengan kesakitan oleh karena adanya
penyakit akut, penyakit kronik, atau kecacatan pada masa balita. Angka
kesakitan balita adalah perbandingan antara jumlah kasus penyakit balita
tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu 1 tahun dengan jumlah
kasus penyakit tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang
sama dikalikan seratus persen.
b.
Angka
Kematian Balita
Angka kematian balita atau bawah lima tahun adalah
semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat
5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4
tahun. Jadi, Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak berusia
0-4 tahun selama 1 tahun tertentu per 1000 anak pada umur yang sama pada
pertengahan tahun tersebut (termasuk kematian bayi).
Jakarta - Survei Demografi
Kntatao Inckinesia (SDKI) 121 mit Departemen Kesehatan (Depkes)
mengungkapkan.rata-rata per tahun terdapat 401 bayi di Indonesia yang meninggal
dunia sebelum umurnya mencapai 1 tahun.
Bila dirinci. 157.000 bayi
meninggal dunia per tahun, atau 430 bayi per hari. Angka Kematian Balita
(Akaba), yaitu 46 dari 1.000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirinci,
kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari.
Parahnya, dalam rentang waktu 2002-2007, angka neona-tus tidak pernah mengalami
penurunan. Penyebab kemauan terbanyak pada periode ini disebabkan oleh sepsis
(infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan akut (Riset
Kesehatan Dasar Depkes 2007).
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar
Tiga penyebab utama bayi meninggal adalah akibat berat badan rendah sebesar 29 persen, mengalami gangguan pemapasan sebesar 27 persen dan masalah nutrisi sebesar 10 persen," ungkap dr Badriul Hegar SpA(K), Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (TDAI), dalam acara talkshow "Di Balik Kematian Bayi dan Balita dalam Rangka Hari Kesehatan Nasional 2009" di Jakarta Convention Center Jumat (4/12). Hal itu dilakukan dengan memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, termasuk memberi rujukan, di mana setiap janin dalam kandungan harus tumbuh dengan baik dan bayi yang lahir harus sehat dan selamat.
C. Penyebab Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita
Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah
tertinggi di negara ASEAN. Tiap tahun 12,9 juta anak meninggal, 28% kematian di
sebabkan karna pneumania, 23% karna penyakit diare, dan 16% karna penyakit
tidak memeperoleh vaksinasi. Penyebab angka kesakitan dan kematian anak
terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumonia dan diare. Pencegahan
sederhana dan dapat di peroleh seperti vaksin, antibiotik, terapi rehidrasi
oral, kontrasepsi, dapat mencegah 25-90% kematian karna penyebab spesifik.
Secara keseluruhan 65% kematian anak bisa di cegah dengan biaya murah.
.Angka
Kematian Anak dan Balita Untuk Periode 10 tahun Menurut Karakteristik
Ekonomi dan Sosial
|
||
Latar
Belakang
|
A.Kematian Anak
|
A. Kematian Balita
|
Tempat
Tinggal
Perkotaan
Perdesaan
|
11
13
|
42
65
|
Pendidikan Ibu
Tidak Sekolah
Tidak Tamat SD
Tamat SD
Tdk Tamat SMP
Tamat SMP+
|
25
16
11
11
5
|
90
80
54
47
28
|
Indeks Kekayaan
Terbawah
Menengah Bawah
Menengah
Menengah atas
Teratas
|
17
15
12
9
5
|
77
64
56
45
22
|
Sumber Data: Dihitung secara langsung dari SDKI 2002-2003, untuk periode 10
tahun sebelum survai.
|
||
Salah satu tujuan SDKI 2012 adalah mengatur tingkat
dan kecenderungan kematian bayi dan anak. Angka kematian bayi dan anak yang
disajikan dalam tebel adalah estimasi secara langsung berdasarkan keterangan
yang didapat dari bagian riwayat kelahiran dari kuesioner wanita mengenai
tanggal kelahiran anak, status kelangsungan hidup, dan umur saat meninggal
untuk anak yang sudah meninggal. Angka-angka kematian bayi dan anak
didefinisikan sebagai berikut.
a.
Kematian neonatorium: peluang meninggal dalam bulan
pertama setelah lahir (0-28 hari)
b.
Kematian post neonatum: selisih antara kematian bayi
dan kematiann neonatum (1-11)
c.
Kematian bayi : peluang bayi meninggal sebelum
mencapai ulang tahun pertama (0-11 bulan)
d.
Kematian anak: peluang meninggal antara ulang tahun
pertama dan ulang tahun ke lima (1-4 tahun)
e.
Kematian balita: peluang anak meninggal sebelum
mencapai ulang tahun kelima (0-4 tahun)
tahun
sebelum servei
|
perkiraan
tahun kalender
|
kematian neonatorum
|
kematian post-neonatorum
|
kematian bayi
|
kematian anak
|
kematian balita
|
0-4
|
2008-2012
|
19
|
13
|
32
|
9
|
40
|
5-0
|
2003-2007
|
20
|
15
|
35
|
11
|
45
|
10-14
|
1998-2022
|
23
|
21
|
45
|
14
|
58
|
dihitung
|
||||||
Sumber: SDKI 2012.
Angka kematian bayi dan anak dalam tabel diitung tiga periode lima tahunan
sebelum survei. Semua angka kematian bayi dan anak hasil SDKI 2012 lebih rendah
dari hasil SDKI 2007. Untuk lima tahun pertama sebelum survei, anggka kematian
bayi hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1000 kelahiran hidup dan kematian
balita adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Sama dengan pola SDKI 2007,
lebih dari tiga seperempat dari semua kematian balita terjadi dalam tahun
pertama kehidupan anak dan mayoritas kematian bay terjadi pada periode
neonatus.
Angka kesakitan bayi dan
balita didapat dari hasil pengumpulan data dari sarana pelayanan kesehatan
(Facility Based Data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan.
Adapun beberapa indikator dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit polio telah dilakukan melalui gerakan imunisasi polio. Upaya ini juga ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi secara aktif terhadap kasus-kasus AFP kelompok umur <15 tahun hingga dalam kurun waktu tertentu, untuk mencari kemungkinan adanya virus polio liar yang berkembang di masyarakat dengan pemeriksaan spesimen tinja dari kasus AFP yang dijumpai. Ada 4 strategi dalam upaya pemberantasan polio, yaitu: imunisasi (yang meliputi peningkatan imunisasi rutin polio, PIN, dan Mop – up), surveilans AFP, sertifikasi bebas polio, dan pengamanan virus polio di laboratorium.
2. TB Paru
Merupakan penyakit infesi yang meular pada sistem parnafasan yang disebabkan oleh mikrobakteium tuberculosa yag dapat megenai bagian paru.proses peularan melalui udara atau langsung seperti saat batuk Upaya pencegahan dan pemberantasan TB Paru dilakukan dengan pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau pengobatan TB paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). (Depkes RI, 2007) Pada tahun 2007 terdapat kasus BTA (+) sebanyak 758 orang, diobati 758 orang, dan yang sembuh 693 orang (91,42%).
Merupakan penyakit infesi yang meular pada sistem parnafasan yang disebabkan oleh mikrobakteium tuberculosa yag dapat megenai bagian paru.proses peularan melalui udara atau langsung seperti saat batuk Upaya pencegahan dan pemberantasan TB Paru dilakukan dengan pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau pengobatan TB paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). (Depkes RI, 2007) Pada tahun 2007 terdapat kasus BTA (+) sebanyak 758 orang, diobati 758 orang, dan yang sembuh 693 orang (91,42%).
3.
Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA)
ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Dari beberapa hasil SKRT diketahui bahwa 80% - 90% dari seluruh kasus kematian akibat ISPA, disebabkan oleh pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab kematian pada balita dengan peringkat pertama hasil Surkesnas 2001. ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi dan balita diduga karena pneumonia merupakan penyakit yang akut dan kualitas penatalaksanaan masih belum memadai.
4.
HIV/AIDS dan Infeksi Menular
Seksual (IMS)
Penderita penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan meskipun berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia, meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui penyuntikan, secara stimultan telah memperbesar tingkat resiko penyebaran HIV/AIDS. Pada Penkajian anak yang terinfeksi dengan HIV positif dan AIDS meliputi : indetitas terjadinya HIV positif atau AIDS pada anak rata – rata dimasa perinatal sekitar usia 9-17 bulan.keluhan utamanya adalah demam dan diere berkepanjangan, takipne,batuk,sesak nafas,dan hopoksia.kemudian diikuti adanya perubahan berat badan yang turun secara drastis.
5.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh wilayah propinsi. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian relatif tinggi. Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada awalnya pola epidemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan periode antara 2 – 5 tahunan, sedangkan angka kematian cenderung menurun. Pengkajian pada anak dengan DBD di temukan adanya peningkatan suhu yang mendadak di sertai menggigil,adanya perdarahan kulit seperti petekhie,ekimosis,hematom,epistaksis,hematemesis bahkan hematemesis melena.
6.
Diare
Angka kesakitan diare hasil survey tahun 1996 yaitu 280 per 1000 penduduk dan episode pada balita 1,08 kali per tahun. Menurut hasil SKRT dalam beberapa survei dan Surkesnas 2001, penyakit diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita (Depkes RI, 2003). Pada kasus kematian yang tinggi biasanya jumlah kematian terbanyak terjadi pada usia balita ketika saat itu mereka rentan terhadap penyakit. Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian disebabkan Diare, Penumonia, Campak, Malaria, dan Malnutrisi. (Depkes RI, 2007). Pegkajian pada anak di tandai dengan frekuensi BAB pada bayi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali per hari, bentuk cair pada buang air besar nya kadang –kadang di sertai oleh lender dan darah, nafsu makan menurun warna nya lama-kelamaan hijau –kejauan karena tercampur empedu.
7.
Malaria
Pada tahun 2007 perkembangan penyakit Malaria di Kabupaten Banyuwangi yang dipantau melalui Annual Pavasite Lincidence (API) dari hasil SPM penderita Malaria yang diobati sebesar 100% (3.153 penderita). Sedangkan penderita klinis sebanyak 3.141 dan terdapat 12 penderita positif Malaria. sampai saat ini penyakit Kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat.
8.
Kusta
Dalam kurun waktu 10 tahun (1991 – 2001), angka prevalensi penyakit Kusta secara nasional telah turun dari 4,5 per 10.000 penduduk pada tahun 1991, lalu turun menjadi 0,85 per 10.000 penduduk pada tahun 2001, pada tahun 2002 prevalensi sedikit meningkat menjkadi 0,95 per 10.000, dan pada tahun 2003 kembali menurun menjadi 0,8 per 10.000 penduduk. (Depkes RI, 2003). Meskipun Indonesia sudah mencapai eliminasi Kusta pada pertengahan tahun 2000,
9.
Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I)
PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ ditekan dengan pelaksanaan program imunisasi. Pada Profil Kesehatan ini akan dibahas penyakit Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri, Pertusis, dan Hepatitis B.
a) Tetanus Neonatorum
Jumlah kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus dengan angka kematian (CFR) 56% (Depkes RI, 2003). Angka ini sedikit menurun dibanding tahun sebelumnya. Hal ini diduga karena meningkatnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan. Namun secara keseluruhan CFR masih tetap tinggi. Penanganan Tetanus Neonatorum memang tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha pencegahan, yaitu Pertolongan Persalinan yang higienis ditunjang dengan Imunisasi Tetanus Toxoid pada ibu hamil.
Jumlah kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus dengan angka kematian (CFR) 56% (Depkes RI, 2003). Angka ini sedikit menurun dibanding tahun sebelumnya. Hal ini diduga karena meningkatnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan. Namun secara keseluruhan CFR masih tetap tinggi. Penanganan Tetanus Neonatorum memang tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha pencegahan, yaitu Pertolongan Persalinan yang higienis ditunjang dengan Imunisasi Tetanus Toxoid pada ibu hamil.
b) Campak
Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sepanjang tahun 2003 frekuensi KLB Campak menempati urutan keempat, setelah DBD, Diare, dan Chikungunya dengan CFR 0,34% (Depkes RI, 2003).
Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sepanjang tahun 2003 frekuensi KLB Campak menempati urutan keempat, setelah DBD, Diare, dan Chikungunya dengan CFR 0,34% (Depkes RI, 2003).
c) Difteri, Pertusis, Hepatitis B
Di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 tidak terdapat kasus Pertusis dan Hepatitis B. Tetapi pada tahun 2007 ini terdapat kenaikan jumlah kasus Difteri, yaitu sebesar 2 kasus, dari tahun sebelumnya yang tidak terdapat kasus Difteri
Di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 tidak terdapat kasus Pertusis dan Hepatitis B. Tetapi pada tahun 2007 ini terdapat kenaikan jumlah kasus Difteri, yaitu sebesar 2 kasus, dari tahun sebelumnya yang tidak terdapat kasus Difteri
D. Faktor-Faktor
yang menyebabkan Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita
1. Faktor
kesehatan
Faktor kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat
menentukan status kesehtan anak secara umum. Faktor inin ditentukan olehb
status kesehatan anak itu sendiri, status gizi dan kondisi sanitasi.
2. Faktor
Sosial Ekonomi
Pengaruh sosial ekonomi sangat terasa bagi masyarakat
Indonesia, karena tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi, sehingga
pemberian gizi atau makanan yang layak kepada bayi dan balita masih dianggap
kurang di Indonesia.
3. Faktor
kebudayaan
Pengaruh kebudayaan juga sangat menentukan status
kesehatan anak, dimana terdapat keterkaitan secara langsung antara budaya dan
pengetahuan.budaya di masyarakat dapat menimbulakan penurunan kesehatan anak,
misalnya terdapat beberapa budaya di masyarakat yang dianggap baik oelh
masyarakat padahal budaya tersebut justru menurunkan kesehtan anak. Sebagai
contoh, anak badannta panas akan di bawa ke dukun dengan kenyakinan terjadi
kesurupan, anak paska oprasi dilarang memakan daging ayam karena daging ayam
menambah nyeri pada luka. Berbagai contoh budaya yang ada di masyarakat
tersebut sangat besar mempengaruhi kesehatan anak, mengingat anak dalam masa
pertumbuhan dan perkembangan yang tentunya membutuhkan perbaikan gizi atau
nutrisi yang cukup.
4. Faktor
keluarga
Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan
perbaikan status kesehatan anak pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan
perkembangan anak sangat besar melalui pola hubungan anak dan keluarga serta
nilai-nilai yang di tanamkan peningkatan status kesehatan anak juga berkaitan
langsung dengan peran dan fungsi keluarga terhadap anaknya serta membesarkan
anak,memberikan dan menyediakan makanan melindungi kesehatan mempersiapkan
pendidikan anak,dll.
E. 10 Penyakit Terbesar yang Menyebabkan Morbiditas dan
Mortalitas Pada Bayi dan Balita di Indonesia
1. ISPA dan
Pneumonia
ISPA yang merupakan singkatan dari Infeksi Saluran
Pernafasan Akut adalah suatu kelompok penyakit yang menyerang saluran
pernafasan. Secara anatomis, ISPA dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a.
ISPA Atas (Acute Upper Respiratory Infections)
ISPA Atas
yang perlu diwaspadai adalah radang saluran tenggorokan atau pharingitis dan
radang telinga tengah atau otitis. Pharingitis yang disebabkan kuman tertentu
(streptococcus hemolyticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung
(endokarditis). Sedangkan radang telinga tengah yang tidak diobati dapat
berakibat terjadinya ketulian.
b.
ISPA Bawah (Acute Lower Respiratory Infections)
Salah satu ISPA Bawah yang berbahaya adalah Pneumonia. Pneumonia adalah
penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai dengan batuk dan kesukaran
benafas. Balita yang terserang pneumonia dan tidak segera diobati dengan tepat
sangat mudah meninggal.
Di Indonesia, angka kejadian pneumonia pada balita
adalah sekitar 10-20% per tahun. Angka kematian pneumonia pada balita di
Indonesia adalah 6 per 1000 balita. Ini berarti dari setiap 1000 balita setiap
tahun ada 6 orang diantaranya yang meninggal akibat pneumonia. Jika dihitung,
jumlah balita yang meninggal akibat pneumonia di indonesia dapat mencapai
150.000 orang per tahun, 12.500 per bulan, 416 per hari, 17 orang per jam atau
1 orang balita tiap menit. Usia yang rawan adalah usia bayi (dibawah 1 tahun),
karena sekitar 60-80% kematian pneumonia terjadi pada bayi.
Secara umum, ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu keadaan
sosial ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak, keadaan gizi dan cara
pemberian makan, serta kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Pencegahan ISPA
dan Pneumonia yaitu dengan cara pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT).
Dengan imunisasi campak yang efektif, sekitar 11% kematian pneumonia balita
dapat dicegah dan dengan imunisasi DPT, 6% kematian pneumonia dapat dicegah.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pencegahan ISPA adalah dengan hidup sehat,
cukup gizi, menghindari polusi udara dan pemberian imunisasi lengkap.
2. Diare
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali
sehari, kadang-kadang disertai oleh darah atau lendir. Diare merupakan salah
satu masalah kesehatan utama di negara berkembang, termasuk indonesia. Di
Indonesia, penyakit diare adalah salah satu penyebab kematian utama setelah
infeksi saluran pernafasan. Angka kematian akibat diare di Indonesia masih
sekitar 7,4%. Sedangkan angka kematian akibat diare persisten lebih tinggi
yaitu 45% (solaiman, EJ, 2001). Sementara itu, pada survey morbiditas yang
dilakukan oleh depkes tahun 2001, menemukan angka kejadian diare di indonesia
adalah berkisar 200-374 per 1000 penduduk. Sedangkan menurut SKRT 2004, angka
kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan angka kematian akibat diare
pada balita adalah 75 per 100.000 balita.
Insiden penyakit diare yang berkisar antara 200-374
dalam 1000 penduduk, dimana 60-70% diantaranya anak-anak usia dibawah 5 tahun.
Penyakit diare ini adalah penyakit yang multi faktoral, dimana dapat muncul
karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta akibat
kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu, keberhasilan
menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap setiap anggota
masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan oralit dan cairan rumah
tanggapada anak yang menderita diare.
Saat ini sedang digalakkan dan dikembangkan pada
masyarakat luas untuk menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit)
dan ternyata dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan karena diare.
3. Berat Badan Rendah
(BBLR) sebesar 29%
Berat Badan Lahir Rendah (kurang
dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap
kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan atas 2 kategori yaitu BBLR
karena premature dan BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu
bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang
banyak BBLR karena IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemi, malaria dan
menderita penyakit menular seksual(PMS) sebelum konsepsi atau saat
kehamilan.
4.
Afiksia
(Kesulitan Bernafas saat Lahir) sebesar 27%
Afiksia
neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
sepontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Pernafasan spotan
BBL terganntung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila
terdapat gangguan dan pertukaran gas tau pengangkutan O2 selama
kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini
akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian.
5. Masalah
nutrisi dan infeksi sebesar 10%
Infeksi neonatus sering dijumpai sebagai gangguan
neonatus dimana di Indonesia merupakan masalah yang gawat. Infeksi neonatus
adalah penyakit pada bayi baru lahir dengan umur kurang dari 1 bulan, bayi-bayi
yang terkena infeksi menunjukan dengan kriteria-kriteria diagnosis. Infeksi
neonatus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi-bayi baru
lahir. Infeksi pada neonatus merupakan salah satu penyebab tertinggi terhadap
terjadinya morbiditas dan mortalitas selama periode ini. Lebh kurang 2%
janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama
persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan.
6. DHF
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang termasuk golongan Arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
betina. Gejala klinis DHF (dengue hemoragic fever) dibagi menjadi empat
tingkatan, yaitu derajat I ditandai adanya panas 2-7 hari dengan gejala umumnya
tidak khas, tetapi uji tourniquet positif; derajat II sama seperti derajat I,
tetapi sudah ada tanda-tanda perdarahan spontan, seperti petekie, ekimosa,
epitaksis, hematemesis, melena, perdarahan gusi, telinga, dan lain-lain;
derajat III ditandai adanya kegagalan dalam peredaran darah, seperti adanya
nadi lemah dan cepat serta tekanan darah menurun; dan derajat IV ditandai
adanya nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, akral dingin,
berkeringat, dan adanya sianosis. Kadang-kadang dijumpai gejala seperti
pembesaran hati, adanya nyeri, asites, dan tanda-taanda ensefalopati, seperti
kejang, gelisah, sopor, dan koma.
7. Bronkitis
Bronkitis adalah infeksi pada bronkus yang berasal
dari hidung dan tenggorokan. Bronkus merupakan suatu pipa sempit yang berawal
pada trakea, yang menghubungkan saluran pernafasan atas, hidung, tenggorokan,
dan sinus ke paru. Gejala bronkitis umumnya diawali dengan batuk pilek, akan
tetapi jika infeksi ini telah menyebar ke bronkus, maka batuknya akan bertambah
parah dan bertambah sifatnya.
8. Kejang demam
Merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena
peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia 6
bulan – 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat
terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. Pada kejang demam, wajah anak akan
menjadi biru, matanya berputar-putar, dan anggota badannya akan brgetar dengan
hebat.
Kejang demam sering terjadi pada anak di bawah usia
satu tahun samai awal kelompok usia dua sampai lima tahun, karena pada usia ini
otak anak sangat rentan terhadap peningkatan mendadak suhu badan. Sekita
sepuluh persen anak mengalami sekurang-kurangnya 1 kali kejang. P[ada usia lima
tahun, sebagian besar anak telah dapat mengatasi kerentanannya terhadap kejang
demam
9. Hiperbilirubinemia
Merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai
dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis.
Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan
berwarna kuning. Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi ikterus, yaitu
kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi yang
mengalami bilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut: adanya ikterus tejadi
pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih
setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan
proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan
lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernapasan dan lain-lain.
10. Tetanus neonatorum
Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan oleh adanya infeksi melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan oleh
Clostridium tetani yang bersifat anaerob, dimana kuman tersebut berkembang pada
keadaan tanpa oksigen. Tetanus pada bayi dapat disebabkan karena tindakan
pemotongan tali pusat yang kurang steril. Masa inkubasi penyakit ini antara
5-14 hari.
F. Upaya
Pemerintah Dalam Menurunkan Angka Kematian dan Kesakitan Bayi dan Balita
Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk
mengatasi persoalan kesehatan anak, khususnya untuk menurunkan angka kematian
anak, diantaranya sebagai berikut:
1. Meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dan pemerintah pelayanan kesehatan.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerintahan
pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat telah di lakukan berbagai upaya,
salah satunya adalah dengan meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor
pelayanan dasar. Pelayanan dasar dapat dilakukan di perpustakaaan induk,
perpustakaan pembantu,posyandu,serta unit-unit yang berkaitan di masyarakat.
Bentuk pelayanan tersebut dilakukan ndalam rangka jangkauan pemerataan
pelayanan kesehatan. Upaya pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyabaran
bidan desa, perawat komuniksi,fasilitas balai kesehatan,pos kesehatan, desa,
dan puskesmas keliling.
2. Meningkatkan
status gizi masyarakat
Peningkatkan status gizi masyarakat merupakan
merupakan bagian dari upaya untik mendorong terciptanya perbaikan status
kesehatan. Dengan pemerintah gizi yang baik diharapkan pertumbuhan dan
perkembangan anak akan baik pula, disamping dapat memperbaiki status kesehatan
anak. Upaya tersebut dapat dilakukan malalui berbagai kegiatan,di antaranya
upaya perbaikan gizi keluarga atau dikenal dengan nama UPKG. Kegiatan UPKG
tersebut didorong dan diarahkan pada peningkatan status gizi, khususnya pada
masyarakat yang rawan atau memiliki resiko tinggi terhadap kematian atau
kesakitan. Kelompok resiko tinggi terdiri anak balita, ibu hamil, ibu menyusui,
dan lansia yang golongan ekonominya rendah. Melalui upaya tersebut. Peningkatan
kesehatan akan tercakup pada semua lapisan masyarakat khususnya pada kelompok
resiko tinggi.
3. Meningkatkan
peran serta masyarakat
Peningktan Peran serta masyarakat dalam membantu ststus kesehatan ini
penting, sebab upaya pemerintah dalam rangka menurunkan kematian bayi dan anak
tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta masyarakat
dengan keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Upaya masyarakat tersebut
sangat menentukan keberhasilan proram pemerintah sehingga mampu mangatasi
berbagai masalah kesehatan. Melalui peran serta masyarakat diharapkan mampu
pula nbersifat efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Upaya atau
program kesehtan antara lain pelayanan imunisasi, penyedian air bersih,
sanitasi lingkungan, perbaikan gizi dan lain-lain. Upaya tersebut akan
memudahkan pelaksanaan program kesehatan yang tepat pada sasaran yang ada.
4. Meningkatkan
manajemen kesehatan
Upaya meningkatan program pelayanan keshatan anak dapat berjalan dan
berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolaan pelayanan
kesahatan. Dalam hal ini adalah meningkatan manajemen pelayanan malalui
pendayagunaan tenaga kesehatan profesonal yang mampu secara langsung mengatasi
masalah kesehatan anak. Tenaga kesehatan yang dimaksud antara lain tenaga
perawat, bidan,dokter yang berada diperpustakaan yuang secara langsung berperan
dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Kejadian kematian ibu dan bayi yang terbanyak
terjadi pada saat persalinan, pasca persalinan, dan hari-hari pertama kehidupan
bayi masih menjadi tragedi yang terus terjadi di negeri ini. Untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir diperlukan upaya dan inovasi baru, tidak
bisa dengan cara-cara biasa
Upaya untuk menurunkan angka
kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui jalan yang terjal. Terlebih kala
itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yakni
menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup,
dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus
dicapai. Waktu yang tersisa hanya tinggal tiga tahun ini, tidak akan cukup
untuk mencapai sasaran itu tanpa upaya-upaya yang luar biasa.
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2001, penyebab langsung kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada
saat persalinan dan segera setelah persalinan. Sementara itu,
risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor keterlambatan, yang
menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu. Ada tiga risiko keterlambatan,
yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk (termasuk terlambat mengenali
tanda bahaya), terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan
darurat dan terlambat memperoleh pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan.
Sedangkan pada bayi, dua pertiga kematian terjadi pada masa neonatal (28 hari
pertama kehidupan). Penyebabnya terbanyak adalah bayi berat lahir rendah dan
prematuritas, asfiksia (kegagalan bernapas spontan) dan infeksi.
Berbagai upaya memang telah dilakukan untuk
menurunkan kematian ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita. Antara lain melalui
penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan
menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta penyediaan fasilitas
kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas
perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di
rumah sakit.
Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal (Jaminan
Persalinan) yang digulirkan sejak 2011. Program Jampersal ini diperuntukan bagi
seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir yang belum memiliki
jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan. Keberhasilan Jampersal tidak hanya
ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan namun juga kemudahan
masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan
kesehatan dari masyarakat, sehingga dukungan dari lintas sektor dalam hal
kemudahan transportasi serta pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting.
Melalui program ini, pada tahun 2012 Pemerintah menjamin pembiayaan
persalinan sekitar 2,5 juta ibu hamil agar mereka mendapatkan layanan
persalinan oleh tenaga kesehatan dan bayi yang dilahirkan sampai dengan masa
neonatal di fasilitas kesehatan. Program yang punya slogan Ibu Selamat, Bayi
Lahir Sehat ini diharapkan memberikan kontribusi besar dalam upaya percepatan
penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.
Lalu bagaimana dengan kecenderungan angka
kematian ibu sejauh ini, terutama setelah berbagai upaya dilakukan? Kalau
mengacu pada hasil Survey Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilakukan
selama kurun waktu 1994-2007, AKI memang terus menunjukkan tren menurun. Hasil
SDKI 2007 menunjukkan AKI sebesar 228 per 100.000. Namun, melihat tren
penurunan AKI yang berlangsung lambat, dikhawatirkan sasaran MDG 5a tidak akan
tecapai. Demikian juga dengan sasaran MDG 4, perlu upaya lebih keras agar
penurunan AKI dan AKB melebihi tren yang ada sekarang. Tidak bisa lagi upaya
itu dilakukan secara business as usual. Upaya-upaya inovasi yang memiliki daya
ungkit yang tinggi harus segera dikedepankan.
·
Komitmen Pemerintah Pusat dan
Daerah
Dapat dikatakan bahwa semua Pemerintah Daerah
Provinsi memiliki komitmen untuk mendukung pencapaian Millineum Developmen
Goals termasuk percepatan penurunan kematian ibu dan kematian bayi baru lahir
dengan menyusun Rencana Aksi Daerah disamping terobosan lainnya. Berikut
beberapa contoh komitmen yang ada; Provinsi Nusa Tenggara Barat telah
mencanangkan Program AKINO (Angka Kematian Ibu dan Bayi Nol) dengan
meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KIA hingga ke tingkat
desa. Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Program Revolusi KIA dengan
tekad mendorong semua persalinan berlangsung di fasilitas kesehatan yang
memadai (puskesmas). Pemda DI Yogyakarta berkomitment meningkatkan kualitas
pelayanan dan penguatan sistem rujukan, serta penggerakan semua lintas
sektor dalam percepatan pencapaian target MDGs oleh Pemda Provinsi Sumatera
Barat.
Pemerintah daerah, baik itu di tingkat Provinsi
maupun Kabupaten/Kota juga diharapkan memiliki komitmen untuk terus memperkuat
sistem kesehatan. Pemerintah provinsi diharapkan menganggarkan dana yang cukup
besar untuk mendukung peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar
dan rujukan. Pelayanan kesehatan dasar yang diberikan melalui Puskesmas
hendaknya hendaknya diimbangi dengan ketersediaan RS Rujukan Regional dan RS
Rujukan Provinsi yang terjangkau dan berkualitas. Dukungan pemerintah provinsi
diharapkan juga diimbangi dengan dukungan pemerintah kabupaten/kota dalam
implementasi upaya penurunan kematian ibu dan bayi. Antara lain melalui
penguatan SDM, ketersediaan obat-obatan dan alat kesehatan, anggaran, dan penerapan
tata kelola yang baik (good governance) di tingkat kabupaten/kota.
Keberhasilan percepatan penurunan kematian ibu dan
bayi baru lahir tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan
namun juga kemudahan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola
pencarian pertolongan kesehatan dari masyarakat. Perbaikan infrastruktur
yang akan menunjang akses kepada pelayanan kesehatan seperti transportasi,
ketersediaan listrik, ketersediaan air bersih dan sanitasi, serta pendidikan
dan pemberdayaan masyarakat utamanya terkait kesehatan ibu dan anak yang
menjadi tanggung jawab sektor lain memiliki peran sangat besar. Demikian
pula keterlibatan masyarakat madani, lembaga swadaya masyarakat dalam
pemberdayaan dan menggerakkan masyarakat sebagai pengguna serta organisasi
profesi sebagai pemberi pelayanan kesehatan.
·
Dukungan masyarakat madani
Di lain pihak dukungan organisasi profesi tidak
kalah pentingnya melalui deklarasi yang mereka canangkan pada tahun 2009,
organisasi profesi ini adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI), Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan
Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dan Perkumpulan Perinatologi Indonesia
(PERINASIA). Organisasi profesi berkomitmen meningkatkan profesionalisme
anggotanya untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi ibu dan anak. Pada tahun
yang sama sekumpulan LSM dan organisasi masyarakat madani bergabung dalam
Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak juga mendukung pencapaian MDGs 2015 melalui
advokasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah juga menjalin
kerja sama dengan berbagai Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Negeri pada November 2011 menandatangani deklarasi Semarang agar
dengan pendekatan Tri Darma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat, perguruan tinggi dapat memberikan sumbangsihnya dalam
pengembangan, implementasi dan monitoring serta evaluasi dari setiap kebijakan
kesehatan, khususnya dalam pencapaian MDGs di tingkat nasional dan di tingkat
daerah.
·
Dukungan development partners
Upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui jalan
yang terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development
Goals (MDGs) 2015 waktu yang tersisa hanya tinggal tiga tahun ini, sehingga
diperlukan upaya-upaya yang luar biasa. Pemerintah pusat dan daerah serta
developmen partner berupaya mengembangkan upaya inovatif yang memiliki daya
ungkit tinggi dalam upaya percepatan penurunan kematian ibu dan bayi baru
lahir. Fokus pada penyebab utama kematian, pada daerah prioritas baik daerah
yang memiliki kasus kematian tinggi pada ibu dan bayi baru lahir serta pada
daerah yang sulit akses pelayanan tidak berarti melupakan lainnya.
Upaya inovatif tersebut antara lain; penggunaan
technologi terkini pada transfer of knowledge maupun pendampingan dalam memberi
pelayanan serta pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan ‘SMS’, metode
pendampingan pada capasity building 1baik dalam hal management program maupun
peningkatan kualitas pelayanan, serta memberi kewenangan lebih pada tenaga
kesehatan yang sudah terlatih pada daerah dengan kriteria khusus dimana
ketidaktersediaan tenaga kesehatan yang berkompeten.
Pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan
masyarakat internasional dengan prinsip kerja sama kemitraan, untuk mendukung
upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Kerja sama dengan
berbagai development partners dalam bidang kesehatan ibu dan
anak telah berlangsung lama, beberapa kemitraan tersebut adalah :
1) AIP MNH (Australia Indonesia
Partnership for Maternal and Neonatal Health), bekerja sama dengan Pemerintah
Australia di 14 Kabupaten di Provinsi NTT sejak 2008, bertujuan menurunkan
angka kematian ibu dan bayi melaluiRevolusi Kesehatan Ibu dan Anak. Program ini
bergerak dalam bidang pemberdayaan perempuan dan masyarakat, penigkatan
kualitas pelayanan KIA di tingkat puskesmas dan RS serta peningkatan tata
kelola di tingkat kabupaten. Pengalaman menarik dari program ini adalah
pengalaman kemitraan antara RS besar dan maju dengan RS kabupaten di NTT yaitu
kegiatan sister hospital.
2) GAVI (Global Alliance for Vaccine &
Immunization) bekerja beberapa kabupaten di 5 provinsi (Banten, Jabar, Sulsel,
Papua Barat dan Papua), bertujuan meningkatkan cakupan imunisasi dan KIA
melalui berbagai kegiatan peningkatan partisipasi kader dan masyarakat,
memperkuat manajemen puskesmas dan kabupaten/kota.
3) MCHIP (Maternal & Child Integrated
Program) bekerjasama dengan USAID di 3 kabupaten (Bireuen, Aceh, Serang-Banten
dan Kab.Kutai Timur- Kalimantan Timur)
4) Pengembangan buku KIA oleh JICA
walaupun kerjasama project telah berakhir namun buku KIA telah diterapan di
seluruh Indonesia.
5) UNICEF melalui beberapa kabupaten di
wilayah kerjanya seperti ACEH, Jawa Tengah, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara
Timur (kerjasama dengan Child Fund) serta Papua meningkatkan pemberdayaan
keluarga dan masyarakat terkait kesehatan ibu dan anak dan peningkatan kualitas
pelayanan anak melalui manajemen terpadu balita sakit (MTBS).
6) Tidak terkecuali WHO memfasilitasi
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak baik dalam dukungan
penyusunan standar pelayanan maupun capasity building.
Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan RI
meluncurkan program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival, bekerja
sama dengan USAID dengan kurun waktu 2012 – 2016, yang diluncurkan 26 Januari
2012 sebagai salah satu bentuk kerjasama Pemerintah Indonesia dengan USAID
dalam rangka percepatan penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir di 6
provinsi terpilih yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat,
Banten, Jawa Tengah dan JawaTimur yang menyumbangkan kurang lebih 50 persen
dari kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dalam program ini Kementerian
Kesehatan RI bekerjasama dengan JHPIEGO, serta mitra-mitra lainnya seperti Save
the Children, Research Triangle Internasional, Muhammadiyah dan Rumah Sakit
Budi Kemuliaan.
Upaya yang akan dilaksanakan adalah dengan
peningkatan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan neonatal dengan cara
memastikan intervensi medis prioritas yang mempunyai dampak besar pada
penurunan kematian dan tata kelola klinis (clinical governance) diterapkan di
RS dan Puskesmas. Upaya lain dalam program EMAS ini dengan memperkuat sistem
rujukan yang efisien dan efektif mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan dasar
di Puskesmas sampai ke RS rujukan di tingkat kabupaten/kota. Masyarakat pun
dilibatkan dalam menjamin akuntabilitas dan kualitas fasilitas kesehatan ini.
Untuk itu, program ini juga akan mengembangkan mekanisme umpan balik dari
masyarakat ke pemerintah daerah menggunakan teknologi informasi seperti media
sosial dan SMS gateway, dan memperkuat forum masyarakat agar dapat menuntut
pelayanan yang lebih efektif dan efisien melalui maklumat pelayanan (service
charter) dan Citizen Report Card.
Tekad dan tujuan Kementerian Kesehatan untuk
mencapai Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan dapat diraih dengan
dukungan berbagai pihak, demi kesejahteraan masyarakat umumnya dan kesehatan
ibu dan anak khususnya. Tak ada harapan yang tak dapat diraih dengan karya
nyata melalui kerja keras dan kerja cerdas.
Derajat kesehatan anak mencerminkan
derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki
kemampuan yang dapat di kembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa.
Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam
perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (kompas 2006). Angka kematian bayi
di Indonesia masih sangat tinggi jika di bandingkan dengan negara lain di
ASEAN.
Penyakit terbesar yang mengakibatkan
angka kematian dan kesakitan bayi dan balita di Indonesia cukup tinggi adalah
penyakit diare, ISPA dan pneumonia, bayi dengan berat badan lahir rendah,
afiksia, dan infeksi. Salah satu faktor penyebab itu terjadi adalah status
sosial ekonomi, budaya, kurangnya perhatian dari masyarakat ataupun dari
pemerintah, faktor kesehatan. Akan tetapi pemerintah juga mempunyai upaya-upaya
dalam mengatasi masalah ini yaitu dengan cara meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan dan pemerintah pelayanan kesehatan, meningkatkan status gizi
masyarakat, meningkatkan peran serta masyarakat, Meningkatkan manajemen
kesehatan.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar